content top

Search

Jumat, 29 April 2011

Motif Dibalik Para Perompak Somalia


Perairan di lepas pantai Somalia adalah titik rawan pembajakan paling panas di muka bumi ini. Di situ para perompak bisa datang kapan saja. Muncul seperti pasukan tempur. Memanggul senapan mesin, membawa sekeranjang granat, menghadang dan membajak kapal yang lewat.

Di samping menyita muatan kapal– walau yang ini jarang terjadi– tujuan utama para perompak itu sesungguhnya adalah uang tebusan. Mereka paham betul bahwa kapal yang lewat di situ adalah kapal bisnis, yang memuat barang dagangan milik perusahaan besar.

Itu sebabnya mereka dengan gampang menyebut angka miliaran jika memintas tebusan. Jika sang pengusaha tak mau, mereka menekan negara asal kapal itu. Tujuannya ya cuma uang tebusan itu.

Itulah juga kini yang terjadi dengan 20 Anak Buah Kapal (ABK) Sinar Kudus milik PT Samudera Indonesia. Mereka meminta uang tebusan 3 juta dolar atau sekitar Rp27 miliar. Dikabarkan bahwa 20 orang Indonesia itu stres, kurang makan dan kian kritis kesehatannya.

Meski kapal-kapal itu lewat di laut internasional, para pembajak itu akan menggiring mereka ke laut Somalia. Dan itulah repotnya. Pemerintah Somalia tidak bisa diharapkan dalam kondisi seperti ini, meski dunia memaksa mereka untuk bertindak.

Sebabnya adalah negeri yang menghadapi laut lepas itu, terus-terusan dirundung kirsuh. Jangankan mengurus nasib kapal-kapal yang dibajak itu, kekuasaan penguasa di sana selalu di tubir jurang. Bisa dikudeta kapan saja.
Pemerintah transisi saat ini masih kerepotan menghadapi pergolakan kekuasaan dan tindakan anarkis massa, sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Pembunuhan, penculikan jadi kejadian lumrah di sana.

Boleh dikata, menjadi perompak adalah lapangan kerja baru bagi para generasi muda Somalia. Simak saja pengakuan salah satu perompak, Abdulrashid Muse Mohammed kepada Al Jazeera.

“Saya ingin mengatakan pada media dan komunitas internasional bahwa kami melakukan ini karena kebutuhan dan kondisi tanpa pekerjaan. Kehidupan kami hancur, penyebabnya adalah runtuhnya pemerintahan Somalia.”

Namun, tak bisa ditampik, menjadi perompak adalah jalan menuju hidup mewah bergelimang harta. Misalnya, Adani, dalam usia 19 tahun ia punya rumah megah dan truk besar karena jadi bajak laut.

Padahal dua tahun sebelumnya, ia hidup di jalanan Kota Bossaso. “Kalau kau tak punya apa-apa, orang akan membencimu. Tapi kau akan dihormati kalau punya uang,” kata dia, seperti dimuat AP.

Kiriman jutaan dolar uang tebusan telah mengubah kehidupan di komunitas muslim di pesisir Somalia. Kesenjangan baru tercipta, antara golongan perompak yang kaya raya dengan golongan non-perompak yang makin miskin.

Inilah gaya hidup perompak Somalia: rumah besar, mobil keren, perempuan cantik, dan narkotika — yang dikecam baik tokoh agama maupun penduduk desa.

“Penggunaan obat terlarang seperti ganja, minum alkohol, seks, dan perilaku menjengkelkan lain jadi hal biasa untuk para bajak laut. Ini menimbulkan problem sosial,” kata Sheikh Ahmed, pimpinan masjid di Kota Galkayo, seperti dimuat AP. “Ini lebih mengkhawatirkan bagi kami, ketimbang ancaman yang mereka timbulkan untuk para awak kapal asing.”

Uang pun mengubah wajah Somalia. Sebuah jalan beraspal membelah kota Bossaso, hotel-hotel baru, dan bangunan anyar berbaris di pinggir-pinggirnya. Mobil SUV dan kendaraan mewah buatan Asia lalu lalang di jalanan. Lagu Amerika, Somalia, dan India menderu dari tape mobil.

Pengusaha Anshud Kamis mengatakan, masuknya jutaan dolar uang haram membuat harga sepatu, baju, dan kosmetik merangkak naik.

Sistem kredit baru berlaku, para bajak laut tak perlu membayar tunai jika membeli barang. Mereka dibolehkan mengambil barang secara kredit, dengan harga tinggi, dan melunasi utang mereka jika uang tebusan sudah di tangan.

“Para bajak laut membayar dalam dolar dan tak perlu repot-repot tawar-menawar,” kata Khadra Abdullahi, seorang penjual di Bossaso. “Mereka sering tak mengambil uang kembalian, seakan uang tak berarti.”

Tetua terkemuka Bossaso, Suldan Mohamud Aw-nor mengatakan, ulama dan para tetua desa tidak menyetujui gaya hidup bajak laut. Namun, mereka tak berdaya, kalimat sakti ‘aku akan jadi perompak’ kerap digunakan para remaja untuk mengancam orang tua mereka, jika kemauan mereka tak dipenuhi.

Sistem perkawinan juga telah dipengaruhi oleh bajak laut dengan kantong tebal. “Ratusan mobil mengawal pengantin ke lokasi resepsi, rumah pengantin baru penuh sesak dengan perabot mahal, dan mempelai wanita memakai perhiasan emas mahal,” kata Shamso Ahmed, pemilik salon kecantikan. Ribuan dolar dibayarkan kepada keluarga pengantin sebagai mas kawin.

“Para bajak laut tidak membuang-buang waktu untuk merayu perempuan, namun membayar mereka banyak,” kata Sahro Mohamed. “Mereka melakukan ini untuk beberapa gadis sekaligus, aku tahu itu.”

Sementara itu, jurnalis harian Spanyol, El Mundo yang berhasil menembus pusat bajak laut di Kota Harardhere juga menyaksikan hal serupa. Kota berpenduduk 6.000 orang itu jadi pusat ‘orgy, uang, penembakan, dan seks’

“Kemarin mereka merayakan delapan pernikahan, semua mempelai pria adalah bajak laut,” kata seorang pemilik hotel.

Kata dia, kebanyakan bajak laut punya tiga atau lebih istri. jumlah mereka tergantung pada jumlah jarahan. Menikahi bajak laut telah menjadi mimpi bagi sebagian besar perempuan lokal.

Para bajak laut menikmati kenyamanan tidak dapat diakses warga Harardhere lain. Rumah-rumah mereka adalah satu dari segelintir tempat tinggal yang dialiri listrik, menggunakan generator yang dicuri dari kapal.

“Wanita membutuhkan cinta dan uang, dan bajak laut punya uang, dan mereka menunjukkan cinta mereka, ” kata Khabibo Salad, istri seorang bajak laut.

0 komentar:

Posting Komentar


ShoutMix chat widget
Blimbing, Dolopo, Madiun
content top